Senin, 06 Juli 2015

Posted on 23.47 by Unknown

No comments

A. Pendahuluan
Kaligrafi adalah salah satu seni Islam yang telah dikenal di mana-mana. Dengan perkembangannya sekarang ini kaligrafi menjadi hiasan pokok pada tempat-tempat keagamaan Islam seperti masjid, musholla, sekolah Islam. Bahkan kantor dan rumahpun sekarang banyak terdapat kaligrafi yang dijadikan sebagai hiasan atau interior pelengkap.
Kaligrafi menempati posisi seni Islam tertinggi, hal ini dapat dilihat pada banyaknya tulisan pada artefak dan juga fakta banyaknya lukisan yang disertai teks. Pendapat ini menunjukkan bahwa tulisan sangat penting bagi suatu kesadaran estetik Islam karena tulisan ada di mana-mana.
Dalam beberapa ungkapan kaligrafi juga disebut dengan istilah art of Islamic art artinya seninya seni Islam. Hal ini menggambarkan kedudukan kaligrafi yang lebih tinggi dari seni-seni Islam yang lainnya.
Pesatnya perkembangan kaligrafi menjadikannya sebagai salah satu pelajaran seni yang diajarkan di sekolah-sekolah khususnya sekolah agama. Ada yang menempatkannya sebagai kegiatan ekstrakurikuler dan bahkan ada yang menetapkannya sebagai kurikulum sekolah tersebut.
Salah satu sekolah yang memuat kaligrafi ke dalam kurikulum pembelajaran adalah pondok pesantren. Di pondok pesantren kaligrafi diajarkan sebagai penunjang baca tulis arab, dikarenakan pada proses pembelajaran di pondok pesantren banyak menggunakan bahasa Arab.
Dengan maraknya kaligrafi ini, maka bermunculan pula lomba-lomba kaligrafi, baik yang hanya berskala Sekolah, daerah bahkan nasional. Seperti MKQ (Musabaqah Khattil Qur’an ) pada MTQ, lomba Kaligrafi pada MTQ Mahasiswa, POSPENAS (Pekan Olahraga dan Seni Pondok Pesantren Nasional), dan banyak lagi event-event lainnya. Kaligrafi juga dilombakan pada ajang tingkat ASEAN, yaitu Peraduan Menulis Khat ASEAN di Brunai Darussalam yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Dan juga Lomba Kaligrafi Internasional di Turki yang diadakan empat tahun sekali.
B. Pengertian dan Sejarah Singkat Kaligrafi
Kata kaligrafi (bahasa Inggris: calligraphy) berasal dari bahasa latin ‘kalios’ yang berarti indah dan ‘graph’ yang berarti tulisan atau aksara. Gabungan arti seluruhnya menjadi tulisan indah atau aksara indah (aksarindah), kepandaian menulis elok atau tulisan elok. Penulisnya disebut kaligrafer. Bahasa Arab menyebutnya khat yang berarti garis atau tulisan indah (al-khat al-jamilah). Penulisnya disebut khattat.
Berkenaan dengan kaligrafi arab, Syeikh Syamsuddin al-Akfani menyebutkan dalam kitabnya Irsyad al-Qasid bahwa pengertian kaligrafi adalah “suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk anatomi huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi komposisi tulisan yang bagus, atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan mana pula yang tidak perlu digores, menentukan mana-mana yang perlu digubah dan dengan metode bagimana menggubahnya”.
Dari definisi tersebut menunjukan kaligrafi yang dianggap ideal atau indah dan bagaimana secara anatomis hurufnya. Dalam banyak ungkapan, kaligrafi atau khat sering disebut lisan al-yadd yaitu lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.
Kebangkitan baca tulis kaum muslimin dimulai sejak tahun 2 Hijriyah ketika Rasulullah mewajibkan kepada tawanan perang yang tidak mampu membayar tebusan untuk mengajari baca tulis kepada orang muslimin. Pada masa itu kaligrafi masih menggunakan Khat Kufi ( khat yang berbentuk siku) yang merupakan kaligrafi paling tua. Kufi saat itu masih belum mepunyai tanda baca sampai pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib tulisan tersebut mempunyai tanda baca dengan sempurna.
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan terhadap khat kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga dimulailah perumusan tulisan yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Perumusan tersebut menghasilkan beberapa jenis tulisan yaitu, Khat Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan Tsulusain. Tokoh kaligrafi saat itu yang terkenal adalah Qutbah al-Muharrir.
Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman Bani Abbasiyah sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru ataupun modifikasi gaya lama seperti, Khat khafif Tsulus, Khafif Tsulusain, Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah dan Tauqi). Adapun tokoh-tokoh kenamaan pada masa ini adalah Ibnu Muqlah, Ibnu Bauwab dan Yaqut al-Musta’tsimi.
Selanjutnya Kaligrafi masuk pada masa penghalusan untuk menghasilkan karya-karya yang lebih sempurna yang dimulai pada zaman kerajaan-kerajaan Persia sehingga menghasilkan gaya-gaya kaligrafi seperti, Khat Farisi, Ta’liq, Nasta’liq, Gubar, Jali, Anjeh Ta’liq, Sikatseh, Sikatseh Ta’liq, Tahriri, Gubari ta’liq, Diwani dan Diwani Jali. Sedangkan tokoh-tokohnya adalah, Yahya al-Jamili, Umar Aqta, Mir Ali Tibrizi, Imanuddin al-Husaini, Muhammad bin al-Wahid, Hamdullah al-Amasi, Ahmad Qurahisari, Hafiz Usman, Abdullah Zuhdi, Hamid al-Amidi dan Hasyim Muhammad al-Bagdadi (enam terakhir adalah dari Turki Usmani sampai Turki Modern)
Saat ini sebagian dari ratusan jumlah gaya kaligrafi yang telah berkembang telah pupus dan yang masih berkembang dan paling fungsional di seluruh dunia Islam adalah, Naskhi, Tsulus, Ijazah, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah dan Kufi.
Di Indonesia sendiri Kaligrafi pertama kali ditemukan di Gresik Jawa Timur , yaitu pada makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada 495H/1028M. pada makam tersebut terdapat tulisan Kaligrafi yang menggunakan Khat Kufi. Selanjutnya kaligrafi berkembang mengikuti perkembangan Islam di Indonesia sampai saat ini.
C. Jenis-jenis Kaligrafi
Jumlah Jenis Kaligrafi dari awal perkembangan Islam sampai sekarang semuanya lebih dari 300 jenis. bahkan ada yang berpendapat ada lebih dari 400 jenis. Jumlah ini tersebar keseluruh pelosok dunia. Adapun penyebab menjadi banyaknya jenis kaligrafi ini karena perkembangan kaligrafi sendiri mengiringi perkembangan islam yang terjadi di suatu daerah tersebut.
Sebagai Contoh, Kaligrafi yang berkembang di India seperti Khat Zulf-I Arus yang merupakan perkembangan khat Farisi. Sebagai contoh lain seperti Khat Shini yang berkembang di Cina ( Shini artinya Cina,bahasa Arab ). Dan masih banyak contoh-contoh lain seperti Khat Magribi, Sikatseh dan lain-lain.
Sedangkan Kaligrafi yang pertama muncul adalah Khat Kufi yaitu pada masa Rasulullah, yang mana pada waktu itu digunakan untuk penulisan ayat-ayat suci Al Qur’an. Selanjutnya Kufi sendiri di gantikan kegunaannya karena muncul khat-khat yang baru yang lebih mudah dibaca dan ditulis.
Di Indonesia sendiri kaligrafi yang berkembang dan dipelajari sampai saat ini hanya 8 jenis. Adapun 8 Jenis Kaligrafi (Khat) tersebut adalah sebagai berikut:
Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani jail, Kufi, Farisi, Riq’ah, dan Ijazah.
1. Khat Naskhi
Khat Naskhi merupakan aliran kaligrafi paling pokok, karena digunakan untuk penulisan naskah-naskah biasa seperti teks Al-Qur’an, Koran, majalah dan tulisan arab sehari-hari. Dengan menguasai Naskhi gaya-gaya khat lainnya akan mudah dipelajari. Nama khat naskhi berasal dari kata nasakha yang berarti mengahapus, diartikan demikian karena khat Naskhi telah menghapus jenis tulisan yang telah lama yaitu khat Kufi.
Pena untuk Naskhi berkemiringan kira-kira 45 derajat atau disesuaikan dengan kenyamanan dan kebiasaan tangan masing-masing penulis. Sedangkan ketinggian huruf sekitar 5 titik.
2. Khat Riq’ah
Khat Riq’ah lebih simpel dari pada Naskhi, Karena tidak banyak lekukan memutar, misalnya pada huruf wawu dan ra; atau pada kepala wawu, fa, dan qaf. Begitu pula alif digoreskan secara lurus. Seperti juga sin, dapat ditulis tanpa gigi. Pena yang digunakan sedikit lebih datar dari pada pena untuk Naskhi.
Karena itu, khat Riq’ah dapat digoreskan lebih cepat seperti stenografi, yang cocok digunakan untk imla’ atau dikte, mencatat pelajaran atau wawancara yang kesemua itu membutuhkan kecepatan.
3. Khat Tsuluts
Cara menggoreskan khat Tsulus sama dengan khat Naskhi. Karena itu pena yang digunakan pun boleh sama. Kecuali pena untuk harakat dan hiasan Tsulus lebih kecil, kira-kira sepertiga ukuran pena untuk menggoreskan anatomi hurufnya. Dengan demikian, digunakan dua pena menulis khat Tsulus.
Bedanya dengan Naskhi, Tsulus tampil lebih gagah dengan ketinggian 7 (tujuh) titik dan gigi nibrahnya lebih terbuka. Meskipun arah goresannya sama, bentuk anatomi huruf Tsulus sedikit berlainan dengan Naskhi dengan perbedaan yang tidak terlalu fundamental.
Khat Tsulus kebanyakan hanya untuk hiasan, baik dalam media tulis menulis maupun hiasan dekorasi.
4. Khat Diwani
Berbeda sama sekali dengan khat Naskhi, Riq’ah, dan Tsulus yang masih satu saudara, khat Diwani memiliki gaya putaran yang sangat lentur dan mengarah kepada bulatan-bulatan yang memiliki pucuk yang lancip. Khat Diwani juga tidak lazim menerima harakat dan hiasan, namun disini pula rahasia keindahannya.
Maka untuk memudahkan goresan-goresan yang lentur tersebut, sebaiknya digunakan pena yang lebih miring sedikit dari pada pena untuk Naskhi dan Tsulus. Namun Khat Diwani dapat pula digoreskan dengan kedua pena tersebut.
5. Khat Diwani Jali
Khat Diwani jail merupakan pengembangan khat Diwani. Alur goresannya hanya sedikit berbeda namun memiliki goresan-goresan tambahan yang sangat tipis misalnya untuk alif, lam, kaf, atau alif tha’. Perbedaan yang mencolok dari Diwani adalah pada hiasannya yang padat dengan harakat yang kerap kali ditulis tebal.
Oleh karena itu, khat Diwani Jali digores dengan dua pena. Pena pertama untuk pokok tulisan sedangkan pena kedua berfungsi untuk menyempurnakan goresan pena dan hiasan-hiasannya.
6. Khat Farisi
Khat Farisi ( Ta’liq ) yang ditulis miring ke kanan memiliki variasai tulisan, sehingga posisi pena harus berubah-ubah, karena ada satu huruf yang ukuran lebarnya berlain-lainan. Maka keindahan gaya Farisi sangat tergantung kepada kemahiran mengubah-ubah ujung pena. Ada huruf yang ditulis hanya dengan sepertiga lebar ujung pena, seperti gigi sin, kepala ha’, bulatan atas shad dan pucuk kaf
Untuk itu pena yang digunakan harus miring seperti pena untuk Diwani dan sangat tipis untuk mendapatkan goresan-goresan kecil dengan sentuhan ujungnya. Apabila tidak bisa dicapai maka dapat menggunakan dua pena sekaligus, yang satu berukuran sepertiga yang pertama.
7. Khat Kufi
Khat Kufi dicirikan dengan bentuk pokoknya, yaitu kubisme atau siku-siku. Oleh karena itu, tidak ada pena khusus untuk khat kufi. Meskipun ciri pokok khat Kufi bersiku-siku, namun bentuk tersebut dapat dikembangkan. Misalnya pada huruf-huruf tertentu seperti huruf Wawu dan Ra’, sudut-sudutnya dapat dibuat bundar. Demikian ketegakkannya dapat dicipta lebih luwes dalam bentuk miring atau melengkung.
8. Khat Ijazah
Khat Ijazah merupakan gabungan dari Khat Naskhi dan Khat Tsuluts, jadi tidak ada kaidah-kaidah khusus pada khat Ijazah. Sesuai namanya Khat Ijazah ini digunakan untuk penulisan Ijazah-Ijazah berbahasa Arab.
D. Pembelajaran Kaligrafi di Pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang paling efektif dalam mengajarkan kaligrafi. Sebab pada pesantren para santri sudah terbiasa menulis arab dikarenakan sebagian besar pelajarannya berbahasa Arab. Selain itu pesantren yang mempunyai asrama memudahkan para santri untuk latihan dan berdiskusi tentang kaligrafi.
Adapun pembelajaran kaligrafi di pesanten dapat dilakukan dengan dua tahapan yaitu:
1. Pendalaman Materi Kaligrafi
Pendalaman materi kaligrafi untuk santri dapat dimulai dengan acara workshop terbuka yang diisi dengan gambaran umum kaligrafi serta tujuan dan manfaat kaligrafi. Pada kegiatan ini berguna untuk memancing keinginan para santri sehingga termotivasi untuk belajar kaligrafi.
Pendalaman materi kaligrafi dimulai dengan pendalaman khat Naskhi karena khat naskhi adalah jenis kaligrafi yang telah digunakan sehari-hari, baik pada penulisan al-Qur’an maupun buku-buku berbahasa Arab lainnya. Adapun proses pembelajaran pendalaman materi kaligrafi dapat dimulai dari pendekatan anatomi huruf yang diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kedekatan bentuk, kesamaan irama, arah goresan dan tingkat kemudahan dan kesukarannya. Setelah itu baru menulis huruf-huruf bersambung,
Namun sebelum sebelum pembelajaran itu santri di ajarkan membuat titik (nuqtah) yang nanti menjadi ukuran untuk kaidah-kaidah kaligrafi. Selain itu cara pembelajaran kaligrafi adalah dengan meniru karya-karya master kaligrafi, baik master kaligrafi nasional maupun master kaligrafi internasional. Meniru karya para master kaligrafi adalah termasuk tahap pertama dan juga dilakukan sebagai tahap akhir dari proses pembelajaran kaligrafi. Yang artinya pada awal pembelajaran kaligrafi santri disuruh meniru karya-karya master kaligrafi tanpa mengenalkan kaidah, selanjutnya pembelajaran diisi dengan materi penulisan kaligrafi dengan menggunakan kaidah dan terakhir santri kembali disuruh meniru karya master kaligrafi dengan melihat kaidah yang ada.
2. Penerapan Tulisan ke Berbagai Media
Selain belajar kaidah kaligrafi, santri harus diajarkan untuk berkarya kaligrafi diberbagai media. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas santri sekaligus menghilangkan kejenuhannya belajar kaidah. Ada berbagai macam jenis karya yang dapat dihasilkan dari seni kaligrafi. Baik yang dihasilkan dengan bahan kertas, kanvas sampai bahan-bahan yang ada disekitar seperti kaca, kayu dan lain-lain. Karya-karya tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kaligrafi untuk lomba dan kaligrafi non lomba.
Adapun karya kaligrafi untuk lomba adalah sebagai berikut:
a. Naskah atau Penulisan buku
Naskah atau penulisan buku adalah karya kaligrafi yang ditulis pada kertas. Karya ini adalah karya paling sederhana karena hanya memuat tulisan hitam putih saja. Namun tingkat kesulitan naskah ini adalah terletak pada penilaian karena pada naskah hanya nilai kaidah saja yang dinilai. Jenis naskah ini paling banyak menempati lomba kaligrafi yaitu Musabaqah Khattil Qur’an (MKQ) pada MTQ, peraduan menulis Asean dan lomba kaligrafi internasional di Turki.
b. Hiasan Mushaf
Hiasan Mushaf adalah cerminan dari suatu hiasan yang terdapat pada Al Quar’an di lembar awal dan kedua yang biasanya berisi Surah Al Fatihah dan awal dari Surah Al Baqarah. Hiasan mushaf dituliskan pada kertas karton. Pada hiasan mushaf yang lebih banyak berperan adalah desain hiasan/iluminasi samping mushaf sedangkan jenis tulisan utama yang digunakan adalaha hanya Khat Naskhi. Hiasan Mushaf ini dilombakan pada MTQ dan Pospenas.
c. Dekorasi
Dekorasi adalah karya kaligrafi yang dibuat pada papan plywood dengan ukuran 80x 120 cm. pada dekorasi ini tulisan kaligrafi dipadukan dengan hiasan/ormanen dengan pewarnaan yang yang serasi. Dekorasi ini dilombakan pada MTQ dan MTQ Mahasiswa.
d. Kaligrafi Kolase
Kaligrafi kolase adalah jenis kaligrafi yang dihasilkan dari tempelan-tempelan. Pada jenis karya ini santri dibebaskan menempelkan benda apapun sehingga menjadi karya kaligrafi yang indah. Kaligrafi Kolase saat ini hanya dilombakan pada Pospenas.
e. Lukisan Kaligrafi
Lukisan kaligrafi sering disebut dengan kaligrafi kontemporer karena pada lukisan kaligrafi karya kaligrafi yang dihasilkan tidak lagi berpegang pada kaidah-kaidah kaligrafi. Tulisan kaligrafi lebih banyak memuat karakter-karakter tulisan seperti karakter api, air, tali dan lain-lain. Dengan menonjolkan karakter ini maka kalimat lebih dihayati. Lukisan kaligrafi dilombakan pada Pospenas dan pada lomba-lomba kaligrafi umum.
Sedangkan karya kaligrafi non lomba mempunyai banyak jenis karya yang dapat dihasilkan diantaranya sebagai berikut:
a. Kaligrafi kaca
b. Kaligrafi kayu
c. Kaligrafi steofoam (gabus)
d. Kaligrafi kain air Gucci
e. Kaligrafi sulam.
f. Kaligrafi kulit telur.

Posted on 23.43 by Unknown

No comments

C. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut

Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang disebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya keligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.

Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol sibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali. Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur'an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Qur'an dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.

Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian istimewa. Ia mempunya perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur-an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra'I yang menyalin al-Qur'an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan  menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.

Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. Pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta'liq yang sekarang dikenal Khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan Ta'liq adalah Nasta'liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta'liq akhirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.

Di kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikal yang ramping. Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.

Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintaholeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman saja, tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman. Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta'liq dan Nasta'liq awal. Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta'liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.


II. Sejarah Perkembangan Kaligrafi di Indonesia

Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/ 1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan [ada makam-makam, huruf arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.

Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca dan media lainnya. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Qur'an tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur'an telah banyak dirintis oleh para ulama besar di pesantren-pesantren smenjak abad ke-16, meskipun tidak semua ulama dan santri yang piawai menulis kaligrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad ke-19 atau awal abad ke-20, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar 1961 karangan Muhammad Abdur Muhili berjudul "Tulisan Indah" serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul "Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab" tahun 1971.

Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kitab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi'i Karim. Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi' Abdur Razaq, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi dan mengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.

Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar mahluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.

Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia tahun 1980 di Balai Sidang Jakarta dan pameran MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Yahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.

Para pelukis yang mempelopori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang) dan H. Amang Rahman (Surabaya) dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkan dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lujkis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapin hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.

Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang 1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di MTQ.

Posted on 23.35 by Unknown

No comments

  A. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)

Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar (bundar), mutsallats (segitiga) dan Ti'im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya mabsut berciri kaku dan terdiri dari goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua gaya ini pun menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah gaya lain lagi yang diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi  pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba' (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith Mu'aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi , baik dalam hal keragaman gaya baru maupun penggunaannya. Dalam hal ini penyalinan al-Qur'an, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.


Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang paling termashyur mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh masyarakat luas.

Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh karena khalifah pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan sebagian besar peninggalan-peninggalan demi kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu'awiyah, tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain.


   B. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)

Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn 'Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M) dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775) dan al-Mahdi (775-786). Ishaq memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.

Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa' dan Tauqi' yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.

Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad ibn as-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al-Qur'an dan fragmen duniawi saja.

Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta'simi yang memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur tersebut. Yaqut adalah kaligrafer besar dimasa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.

Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Ummayah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Ummayah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengarih kebudayaan Hellenisme dan Sasania.

Posted on 23.33 by Unknown

No comments

Secara bahasa "kaligrafi" merupakan penyederhanaan dari calligraphy (kosakata dari bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani yang diambil dari kata kallos yang berarti beauty (indah) dan graphein yang artinya to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang berarti "tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis. 
Secara istilah dapat diungkapkan, "calligraphy is hanwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents guality"...
(kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya). 

Posted on 23.31 by Unknown

No comments

kaligrafi  adalah seni menulis indah dalam bentuk tulisan arab atau huruf arab

Posted on 22.58 by Unknown

No comments